Ahmad widodo 20211458
Panca Ragil 25211489
Vera Christina 27211256
Yuni Komarul Wardani 27211662
Kelompok 11
Kelas 1EB22
Dampak Kenaikan BBM terhadap Pemilu 2014
Hampir pasti harga BBM akan naik, setelah pemerintah melihat
kebijakan tersebut dari berbagai aspek tak bisa terhindarkan.
Sebagaimana kebijakan lain, hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang
banyak melahirkan pro-kontra. Tidak semua partai yang memiliki kursi
di DPR setuju. Bahkan, perbedaan itu juga terjadi di koalisi
pemeritahan. Munculnya perbedaan itu tak lepas dari kepentingan
membangun citra partai pada Pemilu 2014.
Aksi menolak kenaikan BBM diharapkan dapat membangun kesan bahwa
partai itu telah membela kelompok masyarakat yang menderita. Dalam
argumen berbeda, partai-partai yang mendukung kenaikan harga BBM juga
tidak semata-mata berangkat dari argumentasi teknis. Bahwa sebagai
konsekuensi dari terlalu banyaknya subsidi BBM, tidak sedikit program
pembangunan yang mengalami gangguan. Menaikkan harga BBM, dalam
justru dipandang sebagai upaya untuk menyelamatkan muka pemerintahan.
Pada bagian lain, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah program
kompensasi. Di antaranya adalah pemberian bantuan langsung tunai
(BLT) dan program lain, seperti beasiswa dan subsidi kesehatan.
Sementara itu, untuk memberikan lapangan pekerjaaan di kalangan
bawah, disiapkan program pembangunan infrastruktur, khususnya
infrastruktur perdesaan. Entah terkait secara langsung atau tidak,
kalangan abdi negara dan pensiunan telah menikmati kenaikan gaji.
Rujukan 2005
Ketika program-program kompensasi berjalan baik, kekecewaan terhadap
kebijakan menaikkan harga BBM diharapkan oleh pembuatnya bisa
berkurang. Implikasinya, kebijakan itu diharapkan tidak perpengaruh
terhadap dukungan pemilih dalam Pemilu 2014.
Kasus kenaikan harga BBM pada 2005, paling tidak, bisa dijadikan
rujukan. Sesaat setelah kebijakan itu dibuat dan diimplementasikan,
banyak orang kecewa dan tingkat keterpilihan Partai Demokrat langsung
turun. Tetapi, beberapa tahun setelah itu, keadaan berbalik. Bahkan
pada Pemilu 2009, perolehan suara Demokrat meningkat tiga kali lipat.
Hal ini tidak lepas dari adanya program kompensasi yang bisa
berjalan, khususnya BLT, dan kinerja perekonomian yang relatif baik.
Kalkulasi yang manakah yang akan terjadi, apakah dari kelompok yang
pro atau yang kontra? Konteks politik dan ekonomi yang melandasi
kebijakan menaikkan BBM pada 2005 dan 2012 memiliki perbedaan.
Pada 2005, koalisi relatif lebih solid kalau dibandingkan saat ini.
Hal ini tidak lepas dari gonjang-ganjing kasus Bank Century yang
berkepanjangan yang mendera pemerintahan SBY-Boediono. Selain itu,
belakangan Demokrat dilanda badai yang sangat dahsyat setelah
mencuatnya kasus megakorupsi yang menimpa Nazaruddin, bendahara
Demokrat.
Di bidang ekonomi juga terdapat perbedaan. Pada awal 2005, kondisi
makroekonomi tidak cukup bagus. Kebijakan menaikkan harga BBM diambil
sebagai upaya penting untuk membenahi perekonomian. Sebaliknya, pada
2012, makroekonomi relatif bagus. Kebijakan menaikkan BBM lebih
diarahkan untuk menjaga momentum yang sudah bagus itu.
Gejolak Massa
Terlepas dari adanya perbedaan skenario semacam itu, kebijakan
menaikkan harga BBM jelas tidak lepas dari guncangan. Hal ini
terlihat dari aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa di sejumlah daerah,
seperti di Jakarta dan Makassar.
Pertanyaanya adalah, apakah gejolak itu akan membesar dan melibatkan
massa yang lebih besar ketika kenaikan BBM diimplementasikan? Hal ini
tidak bisa dilepaskan dari besaran subsidi yang dikurangi. Ketika
besaran subsidi masih dalam batas yang bisa ditoleransi secara
psikologis, sekitar Rp1.000—Rp1.500 per liter, misalnya, gejolak
yang timbul barangkali tidak akan berlangsung secara masif. Hal itu
lain lagi kalau subsidi terhadap BBM dicabut secara total.
Di kalangan mahasiswa sendiri juga terdapat pandangan yang beragam
terhadap rencana kenaikan BBM. Sebagian dari mereka menolak. Tetapi
banyak juga yang bisa menerima atau acuh tak acuh. Pada bagian lain,
dalam dua tahun terakhir ini terdapat kebijakan mahasiswa yang sangat
pro kelompok miskin, yaitu kebijakan Beasiswa Bidik Misi.
Sampai 2012, terdapat sekitar 90 ribu mahasiswa miskin yang menerima
beasiswa ini. Kelompok ini jelas tidak dapat menerima karena mereka
telah menerima kompensasi.
Selain itu, kebijakan ini dilakukan saat sudah terjadi panen raya di
berbagai daerah sehingga harga beras relatif terkendali. Penaikan
biaya transportasi akibat kenaikan harga BBM tidak serta-merta
menaikkan harga beras. Realitas demikian bisa mengurangi dampak
negatif kenaikan BBM.
Padahal, faktor pokok yang mendorong meluasnya aksi di masyarakat
adalah ketika kenaikan harga BBM memengaruhi kenaikan harga bahan
pangan. Maka, ketika harga beras relatif terkendali aksi massa yang
masif kemungkinan tidak terjadi. (Sumber: Lampung Post, 22 Maret
2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar