PENGARUH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh :
Ahmad
widodo 20211458
Panca
Ragil 25211489
Vera
Christina 27211256
Yuni
Komarul Wardani 27211662
KALIMALANG MARET 2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “ PENGARUH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
“
Makalah ini berisikan tentang informasi imflasi
diindonesia dan cara pemulihannya seperti apa pada saat kejadian inflasi
tersebut yang terjadi diindonesia.serta penjelasan kenapa inflasi bisa terjadi
diindonesia dan dampaknya.
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar belakang
Inflasi
merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan menggerogoti
kebijakan ekonomi suatu Negara yang sedang melakukan perbaikan. Inflasi tidak
hanya mendongkrak kenaikan harga-harga umum dan menurunkan nulai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tetapi antara kaya dan
miskin, majikan dan pembantu, buruh dan karyawan serta kepercayaan masyarakat
kepada suatu pemerintahan.
Setiap
Negara yang sedang melakukan perbaikan terhadap kebijakan dinegara tersebut
pasti ingin meningkatkan kemakmuran masyarakat luas dan pemerataan
kesejahteraan. Pemerataan dari setiap perbaikan biasanya dikaitkan
denganmasalah kemiskinan yang terjadi dinegara tersebut, jadi tujuan dari
penerapan berbagai kebijakan ekonomi adalah menciptakan kesejahteraan untuk
seluruh rakyat dengan kata lain pemerataan distribusi pendapatan.
I.II Rumusan Masalah
1. kenapa terjadi inflasi diindonesia
serta sebabnya
2. Bagaimana cara memperbaiki
perekonomian Indonesia
dari pengaruh inflasi
3. Pengaruh inflasi terhadap
perekonomian masyarakat indonesia
I.III Tujuan Masalah
1. Mengetahui penyebab terjadinya
inflasi
2. Mengetahui tindakan apa saja yang
dilakukan pemerintah terhadap masalah inflasi diindonesia
3. Mengetahui pendapat masyarakat
terhadap masalah inflasi
I.IV Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada teman-teman semua untuk menambah pengetahuan dan
wawasan dalam masalah inflasi yang terjadi terhadap perekonomian diindonesia serta
kondisi saat pemulihan dari masalah tersebut. Manfaat lain dari penulisan
makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat
dijadikan acuan didalam menghadapi masalah krisis ekonomi apabila terjadi lagi
dinegara indonesia ataupun negara lain.
BAB II
PEMBAHASAN
Tanda-tanda
perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun
1997 dimana pada masa itulah awal
terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya berkisar pada level
4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen.
Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat memengaruhi iklim
investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang
terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas
kegiatan
ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara
serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa
mendatang. Bagi
Indonesia,
dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan
nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat
inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin
bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun semua itu bisa
terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif.
Kebijakan pemerintah saat ini di dalam pemberantasan
terorisme,
serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi
menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama
bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang
berlangsung dengan baik pada negaranya
Inflasi
Bulan dan tahun
|
Pertumbuhan ekonomi
|
Maret 2006
|
15.74 %
|
Juni 2006
|
15.53 %
|
September 2006
|
14.55 %
|
Desember 2006
|
6.60 %
|
Bulan dan tahun
|
Tingkat inflasi
|
Juli 2009
|
2.71 %
|
Juni 2009
|
3.65 %
|
Mei 2009
|
6.04 %
|
April 2009
|
7.31 %
|
Maret 2009
|
7.92 %
|
Februari 2009
|
8.60 %
|
Januari 2009
|
9.17 %
|
Desember 2008
|
11.06 %
|
November 2008
|
11.68 %
|
Oktober 2008
|
11.77 %
|
Inflasi
Dalam
ilmu
ekonomi,
inflasi
adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran
distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya
nilai
mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses
dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat
harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah
indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses
kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-memengaruhi. Istilah
inflasi
juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan
uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga.
Ada
banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah
CPI dan
GDP
Deflator.
Inflasi dapat
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan
hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah
angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100%
setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan
harga berada di atas 100% setahun
tingkat inflasi
di dunia
Penyebab Terjadinya Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal,
yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua
adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi
(product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab
pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank
Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam
kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government)
seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan
pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan terjadi
akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh
membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan
memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau
likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap
faktor-faktor
produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga
faktor
produksi meningkat. Jadi,
inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi
full employment
dimanana biasanya lebih disebabkan
oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya
likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama
tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan
suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor
industri keuangan.
Inflasi desakan biaya
terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya
kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang
meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau
juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi
sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di
sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan
bahan baku
untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga
memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal
yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor
infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat
disebabkan 2 hal, yaitu :
kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan
upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta
menaikkan harga barang-barang.
Penyebab terjadinya
inflasi yang pada awalnya diyakini oleh pihak Bank Indonesia dan Bappenas
karena kenaikan harga minyak dunia dan `subprime mortgage` yang terjadi di
Amerika Serikat, ternyata dihantam pula oleh kenaikan harga pangan. Gejolak
perekonomian dunia yang berujung pada inflasi sesungguhnya mulai tampak saat
pendapatan per kapita Amerika Serikat mulai turun. Namun sayangnya para ekonom
di tanah air banyak yang tidak menyetujuinya tanda-tanda itu. Salah satu sumber
mngatakan beberapa cara ubtuk mengatasi masalah inflasi tersebut. Diantaranya
adalah :
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah
uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu
banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat
dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui
instrument-instrumen berikut:
• Politik diskoto (Politik uang ketat):
bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat
dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga
mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman
guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit
yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya
mengurangi tekanan inflasi.
• Politik pasar terbuka: bank sentral
menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari
masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan
perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi
dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar terbuka (open market
operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy),
dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada
masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan
pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya
dapat mengurangi tekanan inflasi.
• Peningkatan cash ratio:Kebijakan
persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada
bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank
sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar
dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk
menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang.
Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat
dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang
berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui
instrument berikut:
• Mengatur penerimaan dan pengeluaran
pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa
dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak
defisit.
• Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak,
konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk
membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat
berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan
tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya
berkurang.
3. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan nom moneter adalah kebijakan
yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang
beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi.
Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
•
Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang
konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu
pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada
sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
•
Menekan tingkat upah.
tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah
tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat
meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap
barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
• Pemerintah melakukan pengawasan harga
dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
•
Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan
pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET).
Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan.
Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk
menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan
lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
• Penanggulangan inflasi yang sangat parah
(hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai
mata uang).Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan,
pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
·
Penurunan nilai uang
·
Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan
yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat
inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00
menjadi Rp. 1,00.
• Kebijakan yang berkaitan dengan output.
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini
dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor
barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri
cenderung menurunkan harga.
• Kebijakan penentuan harga dan indexing.
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
• Devaluasi adalah penurunan nilai mata
uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi
biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri
tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai
uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada
kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang
asing.
Sidang kabinet
terbatas pertama yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah
perombakan tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) memutuskan akan
menerapkan kebijakan moneter ketat. Dijelaskan bahwa tingkat inflasi di ujung
tahun 2005 diperkirakan 18 persen dan hingga kuartal II masih akan cukup
tinggi, namun akan mulai menurun pada akhir 2006 berkisar 7-8 persen. Kebijakan
moneter ketat dilakukan dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar secara bertahap
(gradual).
Namun, dengan
melihat tingginya inflasi, pemerintah harus hati-hati menyikapinya jika tak
ingin perekonomian kita kian terpuruk. Kondisi ini menunjukkan pemerintah
terbukti salah mengukur batas kemampuan ekonomi rakyat, dan tidak mampu
mengendalikan laju inflasi.
Pemerintah jelas
salah memperkirakan penyebab dan batas kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan
diri. Kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) secara drastis dalam kondisi tak
normal, menghasilkan akibat berantai yang cukup kompleks (spiral inflation).
Apalagi, dapat dipastikan Bank Indonesia
akan kembali menaikkan suku bunga dan moneter secara ketat. Apabila kondisi
suku bunga berada di atas tingkat inflasi, maka banyak orang akan lebih suka
membeli dolar AS.
Kesalahan ini
juga karena bertumpuknya kebijakan fiskal dengan variabel inflatoir dalam waktu
singkat. Kenaikan harga BBM bertumpuk dengan efek musiman, depresiasi rupiah
dan membengkaknya peredaran uang karena realisasi proyek. Implikasinya
diperkirakan akan terus berlanjut. Karena, kemungkinan besar pemerintah akan
menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada awal 2006.
Yang perlu
diwaspadai, dampak kenaikan harga makanan olahan atas inflasi bulan November
karena belum terrefleksi dalam inflasi Oktober. Di lain pihak, sebagian
masyarakat masih menghadapi hari besar pada akhir tahun nanti. Dan, tentunya
kenaikan gaji PNS (pegawai negeri sipil) secara psikologis akan mendorong pula
laju inflasi.
Inflasi seperti
yang kita ketahui ini merupakan gejala biasa dalam ekonomi makro, namun sangat
penting dan selalu dialami di hampir semua negara. Ini ditandai dengan
kecenderungan kenaikan harga-harga barang secara umum dan terus-menerus. Yang
jelas, kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak dapat
dikatakan inflasi, kecuali keadaan tersebut meluas hingga mengakibatkan kenaikan
harga barang-barang lainnya. Inflasi praktis menjadi "pencuri" bagi
yang berpendapatan tetap atau pas-pasan karena mengurangi daya beli.
Terhadap
harga-harga barang yang diatur atau ditentukan pemerintah, BPS (Badan Pusat
Statistik) mungkin tidak akan mencatat adanya kenaikan karena yang dicatat
harga-harga "resmi" pemerintah. Tetapi dalam realitanya, bisa saja
harga-harga terus naik. Keadaan ini tak terelakkan karena harga barang-barang
"tidak resmi" ternyata lebih tinggi (cenderung naik) daripada harga
"resmi". Dalam hal ini sebenarnya telah terjadi "inflasi yang
ditutupi", yang suatu waktu akan muncul karena semakin tidak relevan
dengan keadaan yang ada.
Kondisi ini
tentu akan menimbulkan akibat buruk di kemudian hari yang harus dipikul
masyarakat. Selain itu, tingginya inflasi akan berimbas pada terhambatnya laju
pertumbuhan ekonomi akibat menurunnya daya beli masyrakat karena kenaikan
harga-harga. Banyak negara selalu menganggap remeh masalah inflasi di tengah
upaya membangun struktur perekonomian yang kuat. Inflasi diyakini sebagai hal
yang tidak dapat dielakkan dalam proses pembangunan ekonomi suatu negara.
Di kalangan para
perencana pembangunan ekonomi selalu timbul pertentangan pendapat mengenai
peranan inflasi dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Kontroversi
pertentangan pendapat ini biasanya terjadi antara golongan moneteris
(monetarist) dan strukturalis (structuralist).
Para penganut golongan moneteris menganggap bahwa inflasi
disebabkan oleh kelebihan penawaran uang dan permintaan agregat masyarakat.
Pandangan ini sejalan dengan teori konvensional bahwa terjadinya inflasi akibat
permintaan terus bertambah, sementara kapasitas untuk memroduksikan
barang-barang telah mencapai tingkat maksimum. Artinya, semakin banyak uang
beredar akan memengaruhi permintaan agregat atau konsumsi. Dalam Quantity
Theory of Money, laju pertumbuhan uang beredar sama dengan laju inflasi apabila
output riil konstan.
Sedangkan
menurut pemikir-an kaum strukturalis, inflasi di negara-negara berkembang lebih
bersifat cost push inflation daripada demand pull inflation. Ini disebabkan
akibat biaya produksi yang tinggi, terkait dengan 3 komponen utama; upah
pekerja, pembelian bahan-bahan baku
yang digunakan, dan biaya impor barang-barang kapital atau pembantu
(intermediate goods).
Inflasi di
Indonesia termasuk dalam kategori demand pull inflation, inflasi yang timbul
karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat, sementara daya
beli semakin lemah. Meningkatnya inflasi di Indonesia karena faktor lain, yakni
akibat kenaikan harga BBM sebagai bahan kebutuhan masyarakat yang amat
strategis. Dengan kata lain, penyebab inflasi di Indonesia lebih karena faktor sisi
penawaran.
Dalam cost push
inflation, biasanya kenaikan harga (barang-barang produksi) dibarengi dengan
penurunan omzet penjualan barang. Namun inflasi macam ini sebenarnya jarang
dijumpai. Pada umumnya inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam
inflasi tersebut dan keduanya saling memperkuat satu sama lain. Selain itu
inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena defisit anggaran
belanja yang dibiayai dengan uang hasil pencetakan baru, akibat panen gagal,
dan sebagainya.
Kenaikan inflasi akibat kondisi tekanan kondisi
harga minyak mentah dunia (imported inflation) dan kenaikan harga barang-barang
impor mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup secara langsung karena sebagian
barang yang dibutuhkan berasal dari impor. Sementara secara tidak langsung,
kenaikan indeks harga terjadi karena kenaikan ongkos produksi akibat tingginya
harga berbagai barang yang menggunakan bahan mentah impor. Ini berdampak pada
kenaikan harga barang-barang dalam negeri akibat kenaikan pengeluaran
pemerintah/swasta yang berusaha menyesuaikan diri atas depresiasi nilai mata
uang dalam negeri terhadap valuta asing.
Penggolongan Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi merupakan variabel
ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi
termasuk Pemerintah, karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya
produksi dan tingkat kesejahteraan. Bahkan satu rezim kabinet pemerintahan
dapat jatuh hanya karena tidak dapat menekan dan mengendalikan lonjakan tingkat
inflasi. Tingkat inflasi yang naik berpuluh kali lipat, seperti yang dialami
oleh pemerintahan rezim Soekarno dan rezim Marcos, menjadi bukti nyata dari
rawannya dampak negatif yang harus ditanggung para pengusaha dan
masyarakat.
Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka
10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18 persen pada
akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh dampak
negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia pada
kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami tingginya
harga minyak bumi dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan
penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan
subsidi Pemerintah untuk harga BBM
tersebut.
Pada paruh pertama tahun 2006 ini, harga minyak bumi tersebut belum juga turun,
sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan pasukan Israel
ke wilayah Libanon Selatan. Penurunan tingkat inflasi pada pertengahan tahun
2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi Bank Indonesia untuk segera menurunkan
tingkat bunga BI Rate secara bertahap. Kecenderungan ini mendapatkan response
dari kalangan dunia usaha dan masyarakat dengan meningkatnya tingkat
kepercayaan konsumen pada bulan Agustus.
Perkembangan Inflasi 1970 – 2005
Gejolak dan perkembangan tingkat inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan
berikut ini :
1.
Dari kondisi tingkat inflasi yang sangat tinggi
(hyperinflation) pada masa pemerintahan Orde Lama (kabinet Soekarno) maka
praktis sejak tahun 1970 Indonesia
mengalami tingkat inflasi yang sedang. Hyperinflation adalah tingkat inflasi
melebihi 50 % per bulannya.
2.
Tingkat inflasi ini kemudian menunjukkan trend yang
menurun selama periode 1970-71, yang sebagian besar didorong oleh program
stabilisasi ekonomi yang dijalankan pemerintah pada era kabinet Soeharto.
3.
Tingkat inflasi ternyata masih naik kembali pada
periode 1972-74, yang akhirnya mencapai 41% pada tahun 1974.
4.
Tingkat inflasi ini berhasil ditekan selama periode
1970-1992 mencapai tingkatan rata-rata 12,7% per tahunnya. Baru kemudian sejak
tahun 1988, angka inflasi selalu dibawah 10% dihitung dengan metode indeks
biaya hidup .
5.
Pada era pemerintahan sejak krisis perekonomian pada
tahun 1998-99, laju inflasi masih bergejolak; tetapi dengan rentan fluktuasi
batas satu digit ( dibawah tingkat 10%).
6.
Program pengendalian inflasi yang sukses setelah krisis
ekonomi, masih bergejolak kembali pada pertengahan tahun 2005. Gejolak ini
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintahan kabinet Soesilo Bambang Yudhoyono dalam
melepas program subsidi BBM dan menaikankan harga BBM di dalam negeri.
Faktor-Faktor Pemicu Tingkat Inflasi Laju kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi
oleh berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang
dianut. Pada kasus perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat
beberapa faktor yang baik secara langsung maupun secara psikologis dapat
mendorong trend kenaikan tingkat inflasi. Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang
diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain dapat
diidentifikasi berikut ini:
(1) Adanya
peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di Indonesia
disebabkan antara lain oleh peristiwa:
·
Kenaikan harga migas di luar negeri
·
Meningkatnya bantuan luar negeri
·
Masuknya modal asing, khususnya investasi
portfolio di pasar uang
·
Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
·
Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang
konvertibel
(2) Adanya tekanan
pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian berikut
ini :
·
Penurunan produksi pangan akibat musim kering
yang berkepanjangan
·
Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
·
Pencabutan program subsidi BBM
·
Kenaikan harga BBM yang mencolok
·
Kenaikan tarif listrik
(3) Kebijakan
Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas; maupun kebijakan lainnya
yang bersifat distortif seperti antara lain:
·
Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya
kebijakan devaluasi
·
Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang
oligopolistis dan monopolistis
·
Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan
lalu lintas barang dan mobilitas tenaga kerja
·
Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum
regional
(4) Peningkatan
pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan selera masyarakat, atau
kebijakan pemberian bonus perusahaan dan faktor spekulatif lainnya:
·
Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari
Raya.
·
Pemberian bonus prestasi perusahaan
·
Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan
mematikan fungsi keberadaan pasar tradisional di lokalitas tertentu.
Pada masa lalu pencetus inflasi di Indonesia
lebih dipengaruhi oleh inflasi yang berasal dari impor bahan baku dan penolong. Hal ini beralasan karena
sebagian besar dari bahan baku
tersebut masih diimpor dari luar negeri, akibat struktur industri yang sedikit
mengandung local content.
Dua faktor dapat berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri.
1.
Jika terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan
logistik atau perubahan permintaaan dunia atas bahan baku tersebut di dunia.
2.
Jika terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap
mata uang asing utama seperti dollar Amerika Serikat.
Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga
minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya
pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar
pabrik-pabrik pengolahan.
Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam inflasi di
negara kita. Potensi kelangkaan bahan baku
batubara dan gas akan juga terjadi dan mengakibat kan kenaikkan biaya energi.
Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di
beberapa daerah di Indonesia
adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul
akibat paceklik, hama
penyakit, dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.
Memang inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen
untuk menambah kapasitas produksinya; tetapi jika terlalu tinggi akan
memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya
beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan.(copyright@aditiawan
chandra)
Berdasarkan asalnya,
inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam
negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam
negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang
dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya
pasar yang berakibat harga bahan makanan
menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang
terjadi sebagai akibat naiknya harga barang
impor. Hal ini bisa
terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan
tarif impor barang.
Inflasi juga dapat
dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan
harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu,
inflasi itu disebut
inflasi tertutup
(Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada
semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai
inflasi terbuka
(Open Inflation). Sedangkan apabila
serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus
berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama
disebabkan nilai uang terus merosot disebut
inflasi yang tidak terkendali
(
Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga
dapat dibedakan :
1.
Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2.
Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3.
Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung
perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga
tersebut di antaranya:
§ Indeks harga konsumen (IHK) atau
consumer
price index
(CPI), adalah
indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh
konsumen.
§ Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan
karena perubahan harga bahan
baku
meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga
barang-barang konsumsi.
§ Deflator
PDB menunjukkan besarnya
perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan
jasa.
Dampak
Pekerja
dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi.
Inflasi memiliki dampak positif dan
dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu
ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya,
dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (
hiperinflasi),
keadaan perekonomian menjadi
kacau dan perekonomian
dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat
kerja, menabung, atau
mengadakan
investasi dan
produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri
atau
karyawan swasta serta kaum
buruh juga akan kewalahan menanggung dan
mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk
dari waktu ke waktu.
Bagi
masyarakat yang memiliki pendapatan tetap,
inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri
tahun 1990. Pada tahun 1990,
uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas
tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang
pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan
keuntungan, seperti misalnya
pengusaha,
tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan
pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji
mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan
untuk
menabung karena nilai
mata uang semakin menurun. Memang, tabungan
menghasilkan
bunga, namun jika tingkat
inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan
investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari
bank yang diperoleh dari tabungan
masyarakat.
Bagi orang yang
meminjam uang dari
bank (
debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran
utang kepada
kreditur, nilai
uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya,
kreditur atau pihak yang meminjamkan
uang akan mengalami kerugian karena nilai
uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi
produsen,
inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong
untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen
bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup
mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya
terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi
dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan
suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan
pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya
tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.
Peran bank sentral
Bank
sentral memainkan peranan
penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya
berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank
sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa
kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk
pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank
sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi
pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong
perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah
uang beredar dan/atau tingkat
suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan
harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai
tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang
dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (
kurs). Saat ini pola
inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di
seluruh dunia, termasuk oleh
Bank
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA